Alat Musik Tradisional Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72.981,23 km². Banyak sekali ragam wisata dan budaya yang dimiliki oleh Provinsi yang beribu kota di Medan ini, tidak terkecuali seni musik. Sumatera Utara banyak memiliki instrumen /alat musik tradisional , alat musik ini perlu kita ketahui dan lestarikan. Dan berikut ini daftar alat musk tradisional dari Sumatera Utara atau lebih tepatnya dari suku Batak Toba.

1. Alat musik Pangora



Kalo di Jawa kita mengenal alat musik Gong, dengan bentuk yang relatif sama di Sumatera Utara alat musik semacam itu disebut dengan alat musik pangora. Namun beda daerah beda pula ciri khasnya. Di Sumatera Utara, alat musik pangora ini berbunyi "pok". Hal ini disebabkan karena alat musik pangora ini dipukul dengan menggunakan stik dan bagian pinggiran pangora diredam dengan pegangan tangan. Pangora ini adalah jenis gong yang paling besar dengan diameter sekitar 37 cm dan ketebalan sekitar 6 cm.

2. Alat musik Gordang


Gordang adalah salah satu alat musik tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara. Alat musik ini merupakan gendang yang dipukul berirama. Gordang sudah menjadi bagian dari masyarakat Batak sejak nenek moyang terdahulu.
Alat musik Gordang ini terbuat dari kayu yang dilapisi dengan kulit sapi atau kulit kerbau. Biasanya gordang ini terdiri dari 6 (enam) sampai 9 (sembilan) gendang yang telah disusun. Alat musik Gordang ini biasa digunakan untuk mengiringi musik gondang diupacara dan acara yang bersifat tradisional.
Ukuran disetiap gendang yang tersusun pada alat musik Gordrang tidaklah sama. Gendang-gendang ini diurutkan dari yang kecil sampai yang besar ke arah kanan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan irama yang pas pada saat dimainkan.

3. Alat musik Doli


Doli, alat musik tradisional Provinsi Bengkulu ini mulanya hanya tampil setahun sekali untuk mengenang cucu Nabi Muhammad SAW di Padang Karbala Husin bin Ali Abu Thalib. Perayaan ritual Tabot setiap bulan Muharam rasanya memang belum terasa lengkap jika tidak diiringi dengan suara dentuman Dol.
Sekitar 150 tahun lalu, Dol memiliki diameter sepanjang 90 centimeter dengan tinggi 100 centimeter. Secara turun temurun, Dol peninggalan zaman dulu dirawat hingga akhirnya sampai ke tangan Abdul Salam, sebagai orang turunan ke 5 pembuat Dol.

Sejak masa Abdul Salam Dol berkembang menjadi lebih bervareasi. Mulai dari yang tingginya sejengkal sampai yang 60 centimeter.
Bahan untuk Doli, alat musik tradisional Provinsi Bengkulu ini mulanya hanya tampil setahun sekali untuk mengenang cucu Nabi Muhammad SAW di Padang Karbala Husin bin Ali Abu Thalib. Perayaan ritual Tabot setiap bulan Muharam rasanya memang belum terasa lengkap jika tidak diiringi dengan suara dentuman Dol.
Sekitar 150 tahun lalu, Dol memiliki diameter sepanjang 90 centimeter dengan tinggi 100 centimeter. Secara turun temurun, Dol peninggalan zaman dulu dirawat hingga akhirnya sampai ke tangan Abdul Salam, sebagai orang turunan ke 5 pembuat Dol.
ses pengikatan kulit sapi pada bongol kelapa besar ini harus kencang dengan menggunakan rotan. Tali rotan dililit satu persatu ke arah vertikal dan horizontal agar ikatan kuat.

4.Alat Musik Faritia 



Faritia adalah alat musik yang terbuat dari logam ataupun kuningan dan termasuk dalam klasifikasi idiophone. Bentuk alat musik ini menyerupai talempong dari padang, ataupun gamelan dari Jawa. Diameter faritia adalah 23 cm, ketebalannya mencapai 4 cm dan bagian tengahnya menonjol (membulir).

Alat musik ini termasuk ke dalam kategori idiophone yang dipukul. Faritia dipukul dengan menggunakan kayu simalambuo ataupun kayu duria yang telah dirapikan. Alat musik ini dahulu adalah barang yang diimpor dari luar pulau Nias, yang semula hanya sebagai bahan barteran dalam sistem perdagangan. Ini membuktikan bahwa alat musik ini bukanlah alat musik yang asli buatan masyarakat Nias, tetapi dijadikan sebagai alat musik tradisional Nias.

Menurut bapak Yas Harefa (2012) “Faritia ini adalah barang yang diimpor dari Jawa sampai saat ini. Pada zaman dulu, jika ada yang ingin memiliki faritia, maka ono Niha akan memesannya kepada pedagang-pedagang dari luar Pulau Nias sebelum mereka mengadakan transaksi (barter)”.

Nah, itulah empat penjelasan tentang alat musik tradisional Sumatera Utara dan penjelasannya. Semoga dapat menjadi bahan referensi bagi kita semua untuk mengenal budaya-budaya unik di seluruh nusantara.

Salam.