Rumah adat Maluku adalah Rumah Baileo yang merupakan salah satu rumah adat dari 34 provinsi di Indonesia. Maluku di dunia internasional kerap disebut sebagai Moluccas dan Molukken merupakan provinsi tertua di Indonesia namun ada pendapat yang mengatakan bahwa Maluku berasal dari Jaziratul Mulk atau negri para Raja. Maluku beribukota Ambon yang terletak di bagian selatan dari Pulau Ambon di jazirah Leitimur. Maluku berbentuk kepulauan yang memiliki 632 pulau dan berada di wilayah Indonesia Bagian Timur dan berbatasan dengan beberapa wilayah yaitu berbatasan dengan Maluku Utara, Papua Barat dan laut Seram di sebelah utara, Laut Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara di sebelah barat, Laut Banda, Laut Arafuru, Timor Leste, dan Nusa Tenggara Timur di sebelah selatan, serta Laut Aru dan Papua di sebelah timur.
Rumah Baileo
Rumah Baileo atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya adalah balai. Pengambilan nama balai atau Baileo ini disesuaikan karena rumah adat Baileo ini dibangun dan digunakan oleh penduduk setempat sebagai tempat pertemuan dan bermusyawarah dengan dewan adat penduduk setempat dan bukan sebagai hunian penduduk. Selain itu rumah adat Baileo ini juga digunakan untuk menggelar acara adat dan sebagai tempat penyimpanan benda antik dan keramat seperti benda pusaka dan senjata peninggalan leluhur.
Pembangunan rumah adat Maluku atau rumah adat Baileo ini sebagai rumah panggung atau lebih tinggi dari tanah memiliki kepercayaan bahwa roh-roh leluhur memiliki posisi yang lebih tinggi atau diatas manusia. Secara prinsip rumah adat Baileo dibuat lebih tinggi agar penduduk setempat dapat melihat bahwa proses musyawarah dilakukan dari luar ke dalam dan dari bawah ke atas. Sedangkan secara fungsinya, kondisi rumah adat Baileo yang tidak memiliki sekat luar memudahkan binatang liar untuk memasuki dan merusak bagian dalam rumah adat sehingga dengan dibuat lebih tinggi dapat meminimalisir masuknya binatang. Namun, saat ini terdapat beberapa rumah adat Baileo yang dibangun tanpa tiang penyangga bawah melainkan menggunakan batu dan semen.
Rumah adat Baileo tidak memiliki sekat luar dan jendela. Menurut kepercayaan adanya sekat luar atau dinding dan jendela dapat menutup jalan masuk dan keluar bagi roh leluhur pada saat berlangsungnya proses musyawarah. Sedangkan secara fungsional dengan tidak adanya sekat luar maka penduduk dapat menyaksikan berlangsungnya proses musyawarah dari luar rumah adat Baileo. Namun, saat ini terdapat beberapa rumah adat Baileo yang dibangun menggunakan sekat luar atau dinding yang terbuat dari tangkai rumbia atau gaba-gaba.
Rumah adat Baileo mempunyai symbol yang menjadi salah satu ciri khasnya sebagai rumah adat yaitu adanya Batu Pamali dan Bilik Pamali tepat di bagian depan pintu utama rumah adat Baileo. Secara fungsional Batu Pamali diletakkan sebagai petunjuk bagi penduduk bahwa rumah tersebut adalah balai adat. Selain itu Batu Pamali digunakan sebagai wadah untuk menaruh sesaji dan persembahan pada roh leluhur sedangkan Bilik Pamali digunakan sebagai tempat menaruh dan menyimpan benda – benda keramat penduduk setempat terutama yang digunakan pada upacara adat.
Rumah Sasadu
Rumah Sasadu adalah sebuah desain rumah adat asli masyarakat suku Sahu yang telah ada sejak zaman dahulu di Halmahera. Desain rumah ini menggambarkan tentang falsafah hidup orang Sahu dalam bermasyarakat. Terdapat beberapa ciri khas dan keunikan, baik pada desain arsitektur maupun pada kandungan nilai-nilai filosofis dalam desain rumah adat Maluku Utara ini. berikut kami akan menjabarkan ciri khas dan keunikan tersebut beserta penjelasannya.
Rumah Adat Maluku Utara Sebelum membahas tentang filosofi dan arsitekturnya, perlu kita ketahui bahwa rumah adat Sasadu bukanlah desain rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumah adat ini sejak awal ada lebih berfungsi sebagai balai adat atau tempat pertemuan bagi seluruh masyarakat suku Sahu saat ada kegiatan adat. Fungsi ini mempengaruhi bagaimana desain dan struktur rumah tersebut.
1. Struktur dan Arsitektur Rumah Karena berfungsi sebagai tempat pertemuan banyak orang, rumah Sasadu didesain cukup luas. Rumah adat Maluku Utara ini tidak berdinding dan hanya terdiri satu bagian saja tanpa sekat. Oleh karenanya rumah ini bersifat terbuka dan hanya terlihat memiliki tiang-tiang penopang saja. Tiang penopang tidang memikul berat lantai seperti kebanyakan rumah adat lain di Indonesia.
Pasalnya rumah Sasadu bukanlah rumah tipe panggung. Tiang hanya digunakan untuk menopang kerangka atap rumah, sementara lantainya terhampar di permukaan tanah. Tiang penopang sendiri dibuat dari bahan batang kayu sagu yang terdapat cukup banyak di Halmahera. Tiang-tiang penopang dihubungkan satu sama lain dengan balok penguat. Balok-balok tersebut tidak dipaku pada tiang, mengingat dalam desainnya rumah adat ini memang tidak dibangun tanpa paku meski satu buah pun.
Balok penguat tersebut direkatkan pada tiang dengan hanya menggunakan pasak kayu. Pada beberapa bagian, balok penguat juga difungsikan sebagai tempat duduk. Antar balok diberi susunan bambu atau kayu yang membentuk dipan.
Beberapa tiang tidak dihubungkan satu sama lain untuk membentuk jalan untuk masuknya orang ke dalam rumah. Sedikitnya terdapat 6 jalan masuk pada rumah adat ini dengan rincian dua pintu untuk jalan masuk keluar perempuan, dua pintu lelaki, dan dua pintu bagi para tamu. Untuk bagian atap, rumah adat Maluku Utara ini juga menggunakan bahan yang berasal dari alam.
Material utama rangka atap dibuat dari bambu yang diikat dengan ijuk, sementara atapnya sendiri terbuat dari anyaman daun kelapa atau daun sagu. Kendati hanya dibuat dari anyaman daun, atap rumah ini bisa bertahan lama.
2. Ciri Khas dan Nilai Filosofis Terdapat beberapa ciri khas yang sekaligus menjadi nilai filosofis dari desain rumah adat Maluku Utara bernama Sasadu ini. Ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat di Indonesia lainnya tersebut antara lain: Sasadu adalah rumah terbuka tanpa dinding dengan banyak pintu. Desain ini memiliki nilai filosofi bahwa masyarakat Sahu dan masyarakat Maluku Utara adalah orang-orang yang terbuka.
Mereka mau menerima pendatang dengan baik tanpa membeda-bedakan. Pada rangka atap terdapat sepasang kain merah dan putih yang digantung. Kain merah dan putih ini melambangkan kecintaan masyarakat Maluku Utara terhadap bangsa dan negara Indonesia. Ada pula yang menyebut jika kedua kain tersebut melambangkan kerukunan antar agama Islam dan Kristen selaku 2 agama mayoritas di Maluku Utara.
Adanya bola-bola berbungkus ijuk yang digantung di kerangka atap dekat kain menyimbolkan kestabilan dan kearifan. Arahnya merunduk ke bawah berlawanan dengan arah atap mempunyai nilai filosofis bahwa saat seseorang berada di puncak kejayaan, mereka tetaplah harus rendah hati. Ujung atap rumah bagian bawah dibuat lebih pendek dari langit-langit.
Hal ini membuat setiap orang yang hendak masuk harus menundukan kepala dan membungkukan tubuhnya. Makna filosofis dari bentuk ujung atap ini adalah agar setiap orang selalu dapat patuh dan hormat terhadap semua aturan adat Suhu. Ujung atap rumah adat Maluku Utara ini memiliki ukiran berbentuk perahu. Ornamen ini melambangkan bahwa masyarakat suku Sahu adalah masyarakat bahari yang gemar melaut.
Nah, demikianlah ulasan mengenai keunikan rumah adat Baileo yang kini telah menjadi ikon rumah adat Maluku. Cukup unik bukan? Tertarik untuk menelusuri setiap detail dari rumah adat ini secara langsung, silakan datang ke Maluku di liburan musim ini
Rumah Adat Maluku Utara Sebelum membahas tentang filosofi dan arsitekturnya, perlu kita ketahui bahwa rumah adat Sasadu bukanlah desain rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal. Rumah adat ini sejak awal ada lebih berfungsi sebagai balai adat atau tempat pertemuan bagi seluruh masyarakat suku Sahu saat ada kegiatan adat. Fungsi ini mempengaruhi bagaimana desain dan struktur rumah tersebut.
1. Struktur dan Arsitektur Rumah Karena berfungsi sebagai tempat pertemuan banyak orang, rumah Sasadu didesain cukup luas. Rumah adat Maluku Utara ini tidak berdinding dan hanya terdiri satu bagian saja tanpa sekat. Oleh karenanya rumah ini bersifat terbuka dan hanya terlihat memiliki tiang-tiang penopang saja. Tiang penopang tidang memikul berat lantai seperti kebanyakan rumah adat lain di Indonesia.
Pasalnya rumah Sasadu bukanlah rumah tipe panggung. Tiang hanya digunakan untuk menopang kerangka atap rumah, sementara lantainya terhampar di permukaan tanah. Tiang penopang sendiri dibuat dari bahan batang kayu sagu yang terdapat cukup banyak di Halmahera. Tiang-tiang penopang dihubungkan satu sama lain dengan balok penguat. Balok-balok tersebut tidak dipaku pada tiang, mengingat dalam desainnya rumah adat ini memang tidak dibangun tanpa paku meski satu buah pun.
Balok penguat tersebut direkatkan pada tiang dengan hanya menggunakan pasak kayu. Pada beberapa bagian, balok penguat juga difungsikan sebagai tempat duduk. Antar balok diberi susunan bambu atau kayu yang membentuk dipan.
Beberapa tiang tidak dihubungkan satu sama lain untuk membentuk jalan untuk masuknya orang ke dalam rumah. Sedikitnya terdapat 6 jalan masuk pada rumah adat ini dengan rincian dua pintu untuk jalan masuk keluar perempuan, dua pintu lelaki, dan dua pintu bagi para tamu. Untuk bagian atap, rumah adat Maluku Utara ini juga menggunakan bahan yang berasal dari alam.
Material utama rangka atap dibuat dari bambu yang diikat dengan ijuk, sementara atapnya sendiri terbuat dari anyaman daun kelapa atau daun sagu. Kendati hanya dibuat dari anyaman daun, atap rumah ini bisa bertahan lama.
2. Ciri Khas dan Nilai Filosofis Terdapat beberapa ciri khas yang sekaligus menjadi nilai filosofis dari desain rumah adat Maluku Utara bernama Sasadu ini. Ciri khas yang membedakannya dengan rumah adat di Indonesia lainnya tersebut antara lain: Sasadu adalah rumah terbuka tanpa dinding dengan banyak pintu. Desain ini memiliki nilai filosofi bahwa masyarakat Sahu dan masyarakat Maluku Utara adalah orang-orang yang terbuka.
Mereka mau menerima pendatang dengan baik tanpa membeda-bedakan. Pada rangka atap terdapat sepasang kain merah dan putih yang digantung. Kain merah dan putih ini melambangkan kecintaan masyarakat Maluku Utara terhadap bangsa dan negara Indonesia. Ada pula yang menyebut jika kedua kain tersebut melambangkan kerukunan antar agama Islam dan Kristen selaku 2 agama mayoritas di Maluku Utara.
Adanya bola-bola berbungkus ijuk yang digantung di kerangka atap dekat kain menyimbolkan kestabilan dan kearifan. Arahnya merunduk ke bawah berlawanan dengan arah atap mempunyai nilai filosofis bahwa saat seseorang berada di puncak kejayaan, mereka tetaplah harus rendah hati. Ujung atap rumah bagian bawah dibuat lebih pendek dari langit-langit.
Hal ini membuat setiap orang yang hendak masuk harus menundukan kepala dan membungkukan tubuhnya. Makna filosofis dari bentuk ujung atap ini adalah agar setiap orang selalu dapat patuh dan hormat terhadap semua aturan adat Suhu. Ujung atap rumah adat Maluku Utara ini memiliki ukiran berbentuk perahu. Ornamen ini melambangkan bahwa masyarakat suku Sahu adalah masyarakat bahari yang gemar melaut.
Nah, demikianlah ulasan mengenai keunikan rumah adat Baileo yang kini telah menjadi ikon rumah adat Maluku. Cukup unik bukan? Tertarik untuk menelusuri setiap detail dari rumah adat ini secara langsung, silakan datang ke Maluku di liburan musim ini