Pakian Adat Banten

Banten adalah provinsi pecahan Jawa Barat yang baru berdiri sejak awal tahun 2000 lalu. Secara historis, kebudayaan Masyarakat Banten sedikit banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Sunda dan kebudayaan lain yang masuk ke Banten melalui jalur laut. Perlu diketahui, pada masa silam, Banten merupakan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh orang-orang dari seluruh dunia untuk melakukan kegiatan perdagangan.

Pada artikel kali ini, kita akan mengulas salah satu budaya Banten, yakni yang terkait dengan pakaian adat tradisional yang dikenakan masyarakatnya. Seperti apa keunikan dari pakaian adat Banten ini? Bagaimana perbedaan suku Baduy yang merupakan suku asli banten dengan suku-suku lainnya di Banten? Ketahui jawabannya pada artikel berikut ini!

ada tiga macam pakian adat yang berasal dari provinsi banten yakni Baju Penganten, Baju Pangsi, Baju Adat Baduy dan berikut penjelasanya:

1. Baju Adat Penganten


Masyarakat Banten memilik baju adat tersendiri yang digunakan oleh pengantin. Baju pengantin Banten terdiri dari pakaian adat pria dan wanita. Untuk pengantin pria Banten mengenakan penutup kepala yang juga dikenal dengan istilah Blankon, baju koko dengan kerah sebagai atasan, kain samping atau batik khas Banten sebagai bawahan, sabuk dari kain batik dengan motif sama. Tidak lupa sebagai pelengkap terselip sebilah parang, golok, atau keris di bagian pinggang. Sedangkan bagian bawah menggunakan selop sebagai alas kakinya.

Sengakan baju pengantin wanita adat Banten terdiri dari hiasan di kepala berupa kembang goyang berwarna keemasan, rangkaian bunga melati diselipkan di sanggulnya. Kemudian dibagian badan mengenakan baju kebaya sebagai atasan, selendang diselempangkan ke bahu Kain samping atau batik sebagai bawahan. Demikian juga sebagai alas kaki digunakan selop berwarna hitam/putih dan atau disesuaikan dengan warna atasan yang dikenakan oleh pengantin wanita.

2. Baju Pangsi


Baju pangsi bukan hanya dikenal dalam kebudayaan masyarakat Sunda sebagai pakaian adat Jawa Barat. Baju khusus keseharian ini juga biasa dikenakan oleh masyarakat Banten. Dipadukan dengan celana komprang, baju pangsi juga kerap dipakai dalam latihan silat tradisional atau debus yang kerap digelar oleh masyarakat adat Banten.

3. Baju Adat Baduy


Suku Baduy di Desa Kanekes, Leuwidamar, Banten, selama ini hidup dalam aturan adat yang kuat. Aturan ini mencakup semua kegiatan, tingkah laku, serta barang yang digunakan. Begitu juga dengan pakaian yang melekat pada masyarakat Suku Baduy. Pakaian atau baju adat ini telah menjadi ciri khas masyarakat karena warna dan desainnya yang sederhana. Warna hitam dan putih menjadi warna yang dominan dalam pakaian adat Suku Baduy.

Baju adat Suku Baduy terbuat dengan bahan yang didapat dari alam sekitar. Hal ini mudah saja karena pegunungan yang kaya hasil alam telah menjadi tempat tinggal Suku Baduy sejak bertahun-tahun lamanya.

Proses dimulai dari menanam biji kapas hingga panen. Selanjutnya, proses memintal kapas hingga menjadi benang. Kapas yang telah menjadi benang selanjutnya ditenun oleh kaum perempuan Suku Baduy hingga menjadi bahan. Bahan inilah yang nantinya akan dibuat menjadi baju adat dan dipakai
sehari-hari untuk beraktivitas.

Pakaian untuk laki-laki Suku Baduy disebut dengan jamang sangsang. Baju ini berlengan panjang dengan cara pakai hanya disangsangkan atau hanya dilekatkan pada tubuh. Desain baju sangsang berlubang pada bagian leher sampai dada serta tidak menggunakan kerah, kancing, dan kantong.
Baju adat ini didominasi dengan warna putih dan tidak boleh dijahit menggunakan mesin jahit. Warna putih pada baju diartikan dengan kehidupan mereka yang suci dan tidak terpengaruh budaya luar. Warna ini hanya dikhususkan bagi Suku Baduy Dalam. Berbeda dengan masyarakat Baduy Luar, Mereka menggunakan baju kampret bewarna hitam atau biru tua. Baju adat masyarakat Baduy Luar juga sudah terpengaruh budaya luar, terlihat dari kantong dan kancing yang digunakan dalam mendesain baju.

Pada bagian bawah atau celana, Suku Baduy hanya menggunakan kain bewarna biru kehitaman yang dililitkan pada bagian pinggang. Celana ini diikat dengan selembar kain yang berfungsi sebagai ikat pinggang. Sedangkan di bagian atas, kain ikat kepala digunakan sebagai penutup. Ikat kepala ini dibedakan dengan warna putih dan biru tua. Untuk putih diperuntukkan bagi Suku Baduy Dalam sedangkan warna biru tua bercorak batik menjadi ikat kepala yang digunakan Suku Baduy Luar.
Umumnya Suku Baduy baik luar maupun dalam selalu membawa bedog atau golok dalam kesehariannya. Aksesoris lainnya sebagai tambahan pakaian adat Suku Baduy yaitu tas yang terbuat dari kulit kayu pohon terep.

Tas yang disebut koja atau jarog ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Suku Baduy. Karena tas ini berfungsi sebagai tempat menyimpan perlengkapan yang dibutuhkan suku yang mendiami wilayah Banten ini.

Untuk kaum perempuan Suku Baduy, pakaian adatnya hanya berupa kain atau semacam sarung bewarna biru kehitam-hitaman. Kain ini berupa kebaya dengan motif batik yang dipakai dari tumit hingga ke dada. Perbedaan yang paling mencolok terlihat jika pakaian ini dipakai oleh perempuan yang sudah menikah dan belum. Jika yang sudah menikah baju terlihat terbuka di bagian dada sedangkan untuk perempuan yang belum menikah maka bagian dada akan tertutup.

Nah, demikianlah pemaparan sekilas yang dapat kami sampaikan tentang pakaian adat Banten dan penjelasannya. Informasi dan referensi yang terbatas membuat artikel ini sebetulnya kami rasa kurang lengkap. Akan tetapi, semoga hal ini tidak membatasi keinginan kita untuk dapat terus mengenal dan melestarikan kebudayaan Banten dan budaya suku-suku lainnya di Indonesia. Semoga bermanfaat!